Kepemimpinan Menurut Hindu
Pemimpin dalam Perspektif Dharma
Apa yang Dimaksud dengan Kepemimpinan dalam Hindu?
Kepemimpinan adalah konsep universal yang telah menjadi inti dalam struktur sosial manusia sejak zaman dahulu. Namun, dalam konteks keagamaan dan spiritualitas, pemahaman tentang kepemimpinan memiliki kedalaman yang jauh melampaui sekadar otoritas dan kekuasaan. Dalam ajaran Hindu, kepemimpinan bukan hanya soal memerintah, tetapi tentang menjalankan tanggung jawab suci berdasarkan prinsip dharma—jalan kebenaran, keadilan, dan harmoni. Seorang pemimpin dalam Hindu diibaratkan seperti seorang raja bijaksana dalam epos Mahabharata atau Ramayana yang memimpin dengan kebijaksanaan, pengorbanan, dan cinta terhadap rakyatnya, bukan dengan rasa takut atau dominasi.
Prinsip dharma menjadi fondasi utama dalam kepemimpinan menurut Hindu. Dharma tidak hanya berlaku bagi individu biasa, tetapi justru menjadi lebih berat tanggung jawabnya ketika seseorang menjadi pemimpin. Seorang pemimpin harus menjadi contoh dalam pelaksanaan dharma, menunjukkan integritas moral, kebijaksanaan dalam pengambilan keputusan, dan keikhlasan dalam pengabdian. Dalam Bhagavad Gita, Sri Krishna menekankan pentingnya pemimpin menjalankan karma-nya dengan ikhlas demi kesejahteraan umat. Kepemimpinan bukan hanya tugas duniawi, tetapi jalan spiritual yang harus dijalani dengan penuh kesadaran diri.
Dalam konteks Hindu, seorang pemimpin dikenal dengan istilah "Rajan" atau "Kshatriya" yang tidak hanya bertugas melindungi rakyat, tetapi juga menjaga keseimbangan alam semesta. Ia adalah manifestasi dari kekuatan moral yang menopang masyarakat, memfasilitasi jalan menuju *moksha* atau pembebasan, bukan justru membawa kehancuran melalui keserakahan atau kezaliman. Maka, tidak heran jika dalam teks-teks Weda dan Purana, pemimpin yang menyimpang dari dharma sering berakhir tragis. Ini merupakan pengingat bahwa kepemimpinan adalah amanah, bukan kehormatan semata.
Lebih jauh, ajaran Hindu membingkai kepemimpinan dalam struktur yang harmonis antara tugas pribadi, sosial, dan spiritual. Dalam prinsip *Purushartha*, yaitu empat tujuan hidup manusia (Dharma, Artha, Kama, dan Moksha), seorang pemimpin harus mampu menyeimbangkan pencapaian material (Artha), keinginan (Kama), dan spiritualitas (Moksha), semuanya melalui jalan Dharma. Kepemimpinan yang hanya mengejar Artha atau Kama tanpa dharma akan dianggap sebagai bentuk penyimpangan yang merusak tatanan kosmis dan sosial. Karena itulah, pemimpin dalam Hindu dituntut untuk memiliki visi jangka panjang, tidak hanya untuk masa kini, tetapi juga untuk generasi yang akan datang.
Artikel ini akan membawa Anda menyelami lebih dalam tentang makna kepemimpinan menurut ajaran Hindu. Kita akan menelaah sumber-sumber kitab suci seperti Veda, Upanishad, Bhagavad Gita, serta kisah-kisah klasik dalam Ramayana dan Mahabharata yang menggambarkan karakter pemimpin ideal. Selain itu, kita akan mengulas prinsip-prinsip moral, nilai etis, serta kualitas pribadi yang harus dimiliki oleh pemimpin dalam pandangan Hindu. Semua ini akan disajikan dalam gaya bahasa ringan dan mudah dicerna agar dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam skala organisasi, komunitas, hingga negara. Karena sejatinya, kepemimpinan Hindu bukan milik raja semata, tetapi setiap insan yang mengemban tanggung jawab terhadap orang lain.
- Model Watak Kepemimpinan
- Model Situasional
- Model Kepemimpinan yang Efektif
- Model Kepemimpinan Kontingensi
- Model Transformasional
- www.AnneAhira.com
- Seorang Pemimpin yang efektif (tepat dan Jelas) menentukan Arah bagi sekelompok orang/organisasi, meminta komitmen (denganTegas) dari anggota atas arah yang telah ditentukannya, (dengan Lugas) memotivasi para anggota untuk mencapai sasaran sesuai arah yang telah disepakati. (Jay A. Conger)
- Seorang Pemimpin yang efektif, selalu dan terus belajar sepanjang hayat, berorientasi pada pelayanan, menebarkan semangat positif, mempercayai orang lain, berperikehidupan yang seimbang, memandang hidup sebagai tantangan, bersifat sinerjik, melakukan pelatihan untuk peningkatan dan pembaharuan diri, (Stepen R. Covey)
( LIMA KEWAJIBAN SEORANG RAJA OLEH HARJUNA SASTRABAHU )
- Tut Wuri Handayani, seorang Pemimmpin senantiasa memberikan dorongan/motivasi bagi anggotanya untuk melangkah kedepan tanpa ragu-ragu.(Pemimpin yang baik harus menghasilkan pemimpin-pemimpin baru)
- Ing Madya Mangun Karsa , ditengah-tengah masyarakatnya, seorang Pemimpin senantiasa memberikan bimbingan dan mengambil Keputusan secara musyawarah dan mufakat serta mengutamakan kepentingan masyarakat.(Sabdha Pandito Ratu)
- Ing Ngarsa Sung Tulada, seorang Pemimpin sebagai orang yang terdepan dan terpandang senantiasa memberi contoh panutan yang baik dan benar, sehingga dapat dijadikan sebagai “Suri tauladan” (di Gugu lan di tiRu) bagi masyarakat.
- Sakti Tanpa Aji, seorang Pemimpin tidaklah selalu menggunakan kekuatan atau kekuasaan didalam mengalahkan musuh-musuhnya, namun berusaha menggunakan pendekatan pemikiran dan komunikasi (Diplomasi) sehingga dapat menyadarkan dan disegani para lawannya. (Menang Tanpa Ngasor ake).
- Nglurug Tanpa Bala, seorang Pemimpin adalah seorang Kesatria Sejati, yang senantiasa bersedia secara ikhlas berada terdepan didalam beryadnya baik berkorban waktu, tenaga, materi, pikiran dan bahkan jiwanya sekalipun untuk mencapai kesejahteraan, keadilan, kemakmuran dan kelangsungan hidup masyarakat.(Dharmaning Kesatrya Mahotama).
- Pedoman bagi sang pemimpin adalah Tuntunan Niti dan Hukum.
- ”sakanikang rat kita yan wenang manut, manupadesa prihatah rumaksa ya, Ksaya nikang papa nahan prayojana, Jananuragadi tuwi kapangguha ”.
- Artinya:
- Tiang negaralah engkau jika bisa mengikuti petunjuk-petunjuk hukum Manu (Manawa dharmasastra) usahakan itu dipegang teguh. Hilangnya segala penderitaan bagi rakyat adalah tujuan Kepemimpinanmu. Sehingga rasa hormat, dicinta dan disegani orang tentu akan kita jumpai.
- Petunjuk-petunjuk seperti ini sangat banyak dijumpai dalam sastra sastra Jawa Kuna, yang memberikan petunjuk bahwa seorang pemimpin tidak boleh bertidak sesuka hatinya ketika ia memegang kekuasaan (Ojo Dumeh). Dalam kakawin Ramayana, Bhismaparwa dan lain-lain dijumpai uraian bahwa : Dharma adalah sebagai pedoman bagi seorang raja (pemimpin) dalam memimpin negaranya. Termasuk Nitisastra........................!!!
- TATA TATA , ATINTA TATA , TATAS TUTUR , ITI NITI TATA TITI….
- BE FOCUS ON CONTENT : Think very deeply about the Value of messages that you want to send to the Audience.
- BE CONFIDENCE SPEAKERS.
- HAVE STRONG OPENING AND BEST CONCLUSIONS.
- REMEMBER KEY WORDS, NOT THE WHOLE OF SPEECH.
- PREPARE WITH A WATCH : to make sure you will not waste the listener’s time.
- USE STORIES AS AN ANALOOGY OR CASE STUDY.
- SPEAK WITH EMOTION NOT MONOTONE.
- RELAX BUT KEEP IN ATTACH OR EYES CONTACT…
- THINK THROUGH ALL OVER SPEECH, BUT SPEAK IT SLOWLY, CLEARLY AND ACCURATLY.
- VIDEOTIPE YOURSELF.
- Nasehat Bhagawan Bhisma kepada Prabhu Yudistira :
- Ika ta prassidha Dharma ulahaning kadi
kita Prabhu, si mangraksa rat juga,
Mtangian mangkana, asihning wwang ring
sarwa bhuta marikang Dharma mangkana ngaranya.
Kotamaning asih ika pagawenta piratrana ring rat, - Ika ta sang Prabu, Makambek mangkana
- Terjemahan:
- Demikianlah Dharma yang sempurna engkau kerjakan sebagai raja untuk melindungi negara. Mengapa demikian, karena kasih sayangmu pada semua makhluk, itulah Dharma namanya,penampilan kasih sayang itulah yang harus kamu kerjakan, untuk melindungi negara, demikianiah sang Prabhu (Pemimpin) seharusnya bertingkah laku.
- Setiap orang yang hidup di bumi ini pasti mengharapkan hidup aman damai dan sejahtera. Sebagaimana dalam Manawa Dharmasastra I.89 menyatakan:
- Prajanam raksanam danam... Maksudnya, para ksatriya (pemerintah) agar senantiasa mengupayakan rasa aman dan damai (raksanam) serta hidup sejahtera (danam) bagi masyarakat (praja). Ini artinya bahwa para ksatriya yang duduk di pemerintahan negara agar senantiasa menciptakan iklim untuk mendorong masyarakat mendapatkan rasa aman damai dan sejahtera.
- Ingin Hidup Sejahtera, Lindungi Lima Hal
Dharrnam dhanam ca dhanyan ca,
guror vacanam ausadham,
sugritah ca kartavyam,
anyatha tu jivati
[Canakya Nitisastra, XII. 18] - Maksudnya: Kalau ingin hidup sejahtera lindungi dan peliharalah agama yang dianut (dharma), kekayaan (dhana) bahan makanan (dhanyan). Kata-kata bijak guru (guru vacana) dan kesehatan (ausadha). Kalau hal ini tidak dipelihara baik-baik hidup sejahtera itu tidak akan pernah didapatkan.
- Nitisastra XIV. 18 sbb: Agama (dharma), kekayaan (dhana), bahan makanan (dhanyan), kata-kata bijak guru (guru vacana) dan sistem memelihara kesehatan (ausadha) dengan cara benar, baik dan tepat. Lima hal itu adalah:
- Agama: Lindungi dan peliharalah agama yang dianut dengan benar, baik dan tepat Guna menguatkan sraddha dan bhakti kita kepada Tuhan.
- Dengan sraddha dan bhakti kita pada Tuhan akan menguatkan daya spiritual untuk meningkatkan kwalitas moral dan daya tahan mental dalam menghadapi berbagai dinamika dan hiruk pikuknya kehidupan Globalisasi saat ini.
- Agama harus dijadikan kekuatan untuk mengantisipasi godaan-godaan tersebut. Sehingga dapat memberi kontribusi positif pada kehidupan individu dan kehidupan bersama (bermasyarakat dan bernegara) di bumi ini.
- Agama seyogyanya berkontribusi mengatasi berbagai kekerasan dan sifat-sifat kasar yang dipentaskan oleh berbagai individu dan kelompok dengan mengatasnamakan agama.
- Agama jangan dirumuskan menjadi berbagai kewajiban yang ruwet dan memberatkan kehidupan. Jangan agama dijadikan dasar membuat berbagai kegiatan yang boros sumberdaya alam, boros finansial, boros waktu, tenaga dan membuat lalu lintas terganggu. (Satyam, Sivam, Sundharam).
- Dhana adalah aset yang dimiliki agar dilindungi dan dipelihara dengan sebaik-baiknya sebagai sarana menguatkan upaya manusia mewujudkan tujuan hidupnya. Dalam Sarasamuscaya 177 dan 178 dinyatakan bahwa kegunaan dhana itu adalah : untuk dinikmati dan di-danapunia-kan secara baik, benar dan tepat.
- Bhagawad Gita XVII. 20 menyatakan danapunia itu dilakukan sesuai desa, kala, patra.
- Sarasamuscaya 271 menyatakan: Ikang artha danakena ri sang patra, patra ngaran sang yogia wehana dana.
- Artinya : artha itu hendaknya di-danapunia-kan pada Sang Patra. Patra namanya orang baik yang seyogianya diberikan dana punia. Ini artinya dana punia itu harus diberikan pada orang yang tepat.
- Dhanyan artinya bahan makanan. Hal ini harus dijaga dan dilindungi baik dari segi kuantitas dan kualitasnya. Dalam berbagai pustaka Hindu banyak sekali dibahas masalah makanan ini. Karena untuk hidup sejahtera dimulai dari makan makanan yang baik, benar dan tepat. Bhagawad Gita XVII, 8-10 ada dijelaskan tentang tiga jenis makanan yaitu satvika, rajasika dan tamasika ahara. Makanan yang ideal adalah makanan yang satvika.
- “An apple a day keeps the doctor away”………
- How should we eat to stay healhty.
- Guru vacana artinya kata-kata bijak dari guru suci. Dalam Wrehaspati Tattwa 26 ada dinyatakan: Kawarah sang Hyang Aji kaupapatyan de sang guru agama ngaran.
- Artinya apa yang dinyatakan oleh kitab suci dan diajarkan oleh guru itulah agama namanya.
- Sarasamuscaya 181 juga menyatakan bahwa: Agama ngaran kawarah sang Hyang Aji. Agama namanya apa yang dinyatakan oleh kitab suci.
- Mantra Weda sebagai sabda Tuhan itu dipelajari oleh para guru rsi dan dirumuskan kembali oleh menjadi kata-kata bijak yang dapat dipahami oleh umat.
- Kata-kata bijak yang disebut juga subha sita inilah yang harus disosialisasikan oleh guru.
- Kata-kata bijak guru (subha sita) ini dalam Canakya Nitisastra XIII.21 disebut sebagai salah satu tiga ratnapermata bumi. Dua yang lainnya adalah air dan tunbuh-tumbuhan bahan makanan dan obat-obatan.
- Subha sita inilah harus dipelihara oleh umat manusia sebagai sesuluh kehidupan.
- Manusiapun dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan cara makannya yaitu :
- Ausadha artinya sistem pemeliharaan kesehatan.
- Untuk hidup sejahtera menurut Ayur Weda ada tiga yang wajib dikelola dengan sebaik-baiknya yaitu:
- Ahara makanan dengan konsep yang benar dan tepat.
- Wihara gaya hidup yang cerdas dan tepat dan
- Ausadha artinya mengelola sistem kesehatan jasmani dan rohani agar senantiasa sehat dan bugar.
- Kesehatan adalah suatu kekayaan yang paling tinggi nilainya dalam hidup.
- Karena itu pola ”sikap hidup sehat” agar senantiasa dilakukan dengan penuh disiplin. Baik menyangkut soal makanan dan gaya hidup. Kalau makanan dan gaya hidup ini dapat dikelola dengan sebaik-baiknya maka hidup sehat dan sejahtera niscaya akan dapat diwujudkan
(AYURVEDA)
- Om NAMO Bhagavate Maha Sudharshana
- Vasudevaya Dhanvantaraye;
- Amrutha Kalasa Hastaya
- Sarva Bhaya Vinasaya
- Sarva Roga Vinasaya ;
- Thri Lokya Pathaye
- Thri Lokya Nithaye ;
- Sri Mahavishnu Swarupaya
- Sri Dhanvantari Swarupaya ;
- Sri Sri Sri, AOUShatha Chakra Narayana Swaha.
- Raja identik dengan pemimpin. Kalau dicermati kata dasar dari pemimpin adalah “pimpin” yang artinya “tuntun”. Maksudnya adalah seorang pemimpin memerlukan tuntunan, agar mampu berjalan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang telah disepakati.
- Untuk dapat dikatakan sebagai seorang pemimpin yang bijaksana maka harus mendasarkan diri kepada konsep Agama, Ugama dan Igama, dalam ajaran Agama Hindu.
Konsep berasal dari Panca Talaning Wisata Budaya, terdiri dari : Agama, Ugama, Igama, Sila Krama dan Sima Krama. - Agama adalah agama Hindu sebagaimana yang ada di Bali, sangat kaya akan falsafah dan mythologi serta ajaran-ajarannya karena ia merupakan perpaduan yang serasi antara Hinduisme, Hindu Jawa dan unsur kebudayaan Bali asli.
- Ugama adalah pelaksanan dari ajaran agama di bidang upacara dan upakara. Kemudian menimbulkan adanya seni tari, seni sastra, seni krawitan, seni ukir dan seni budaya yang lainnya.
- Igama adalah ajaran ketata susilaan bagi kehidupan dan penghidupan masyarakat di Bali.
- Sila Krama adalah Pelaksanaan ajaran-ajaran di atas di dalam tata kehidupan masyarakat Bali yang disesuaikan dengan desa, kala dan patra.
- Sima Krama adalah Pekraman anggota masyarakat desa adat yang sudah dilaksanakan sejak waktu yang lalu, maka ia merupakan adat yang mempunyai kesamaan dan perbedaan di masing-masing desa adat.
- Seorang pemimpin yang baik menurut ajaran Hindu haruslah memperhatikan masalah kesejahteraan para pengikutnya (Dharma-sidhiyartha). Petunjuk tentang itu dapat dilihat pada nasehat Rama kepada Wibisana berikut ini:
- Dewa kusala salam mwang dharma ya pahayun,
Mas ya ta pahawreddhin bhya ring hayu kekesan,
Bhukti sakaharepta wehing bala kasukan,
Dharma kalawan artha mwang kama ta ngaranika.
(Kakawin Ramayana III, 54) - Terjemahan:
- Pura-pura (tempat suci), rumah sakit dan pedarman supaya diperbaiki, supaya biaya untuk pembangunan diperbanyak dan disimpan baik-baik. Nikmatilah apa yang kamu ingini tapi berilah kesejahteraan pada masyarakat , serta apa yang disebut Dharma, artha, dan kama.
- Santasih nitya thaganan.
Kasih sayang hendaknya engkau selalu lakukan. (Ramayana III, 65) - Kutipan ini juga mengandung makna bahwa raja atau pemimpin harus mengembangkan nilai kejujuran (satya ta sira mojar) dan karena itu semua rakyat akan segan terhadap raja atau pemimpinnya.
- Membangun hidup sukses secara duniawi (Wahya Sidhi) maupun hidup sukses secara rohani (Adhyatmika Sidhi) menurut Wrehaspati Tattwa 33 ini dengan cara belajar terus (Life Long Learning) demi tegaknya Dharma dalam Kehidupan ini.
- Dana adhyaynam sabdam tarka sotrddhamaiua ca.
trayo duhke vighnatanca. Sidha yosta prakirtitah. (Wrhaspati Tattwa. 33). - Maksudnya: Belajar terus (dhyayana), terapkan ilmu itu dalam praktek (tarka jnyana) sampai memberikan kontribusi pada kehidupan (dana) itu tiga ciri hidup sukses secara duniawi (wahya siddhi). Dapat mengatasi tiga sumber duka (adhibhautika-, adyatmika-, adhidaivika-duhka) demi hidup sukses secara rokhani (adyatmika siddhi).
- Membangun hidup sukses secara duniawi ini dengan cara belajar terus (dhyayana), dengan menterjemahkan ilmu itu dalam praktek kehidupañ (tarka jnyana) sampai mampu mewujudkan nilai tambah, sehingga dapat memberikan kontnibusi pada kehidupan individual dan sosial (dana). Itulah ciri hidup sukses secara duniawi yang disebut wahya siddhi.
- Sedangkan hidup sukses secara rokhani atau adyatmika siddhi ada tiga cirinya yaitu:
- adibhautika duhkha yaitu derita yang berasal dari luar diri,
- adyatmika duhkha adalah derita yang disebabkan oleh diri sendiri,
- adidaivika duhkha yaitu derita yang disebabkan oleh karma pada masa penjelmaan sebelumnya.
- Dalam naskah Jawa Kuna, Nawa Natya, disebutkan tentang tatacara memilih pemimpin pembantu raja, diibaratkan seperti memilih bibit bunga yang akan disemaikan dalam taman bunga. Dalam Lontar Nawa Natya itu disebutkan bahwa bibit bunga yang baik untuk disemaikan dalam taman adalah bunga yang mekar, indah warnanya, harum baunya, tahan lama, tidak disukai oleh hama penyakit, hijau daunnya, dan tak mudah layu.
- Dalam Nawa Natya digambarkan adanya sembilan syarat bagi seseorang yang dapat dipilih sebagai pemimpin pembantu raja. Sembilan syarat yang disebut Nawa Natya adalah:
- * Pradnya widagda, artinya bijaksana dan mahir dalam berbagai ilmu pengetahuan. Orang yang mampu menjadikan ilmu sebagai alat untuk memperkuat diri dan mampu menjadikan dirinya seorang bijaksana inilah yang disebut pradnya widagda.
- * Parama artha, artinya orang yang memiliki cita-cita mulia dalam hidupnya, adalah orang yang dalam mencari sumber hidup dan kehidupan melalui bhakti pada Tuhan dan mengabdi pada sesama dengan penuh cinta kasih. Dari bhakti-nya pada Tuhan dan pengabdiannya pada sesama itulah mereka mendapatkan sumber hidup dan kehidupan.
- * Wira sarwa yudha, artinya pemberani dalam menghadapi pertempuran, baik dalam keadaan perang ikut berperang maupun dalam keadaan damai tidak takut menghadapi masalah yang terjadi dalam melakukan tugas-tugas kepemimpinan. Pemimpin itu jangan lari dari persoalan yang dihadapi dalam pekerjaannya. Setiap persoalan yang timbul hendaknya diselesaikan secara baik atau berbadasarkan kebenaran dan menuju kebenaran.
- * Dirotsaha, artinya teguh dan tekun dalam berupaya. Dirotsaha berasal dari kata dira artinya teguh atau tekun dan utsaha artinya berupaya. Keteguhan dan ketekunan itu bukanlah suatu keangkuhan, namun didasarkan pada kuatnya rasa bhakti pada Tuhan dan disertai dengan keyakinan bahwa Tuhan pasti akan memberikan petunjuk pada mereka yang teguh dan tekun berusaha untuk menemukan kebenaran.
- * Pragi wakya, artinya pandai menyusun kata-kata dalam pembicaraan. Salah satu tugas seorang pemimpin adalah menyampaikan buah pikirannya dalam suatu pembicaraan dengan pihak lain secara jelas, lugas, tepat dan teliti. Pragi wakya akan diperoleh melalui kegemaran membaca dan latihan-latihan berbicara.
- * Sama upaya, artinya taat pada janji. Janji adalah mahkota yang menentukan wibawa seorang pemimpin. Karena itu, pemimpin tidak boleh sembarang berjanji.. Kepercayaan adalah napas bagi seorang pemimpin.
- * Lagha wangartha, artinya orang yang tidak memiliki pamrih pribadi yang sempit, karena keyakinan nya sangat mendalam tentang kebenaran ajaran karma phala. Karena hanya perbuatan yang baiklah yang akan memberikan hasil yang baik. Oleh karena itu, berkonsentrasilah untuk selalu berbuat yang baik sesuai dengan swadharma.
- * Wruh ring sarwa bhastra, artinya tahu mengatasi kerusuhan, mirip dengan ilmu "manajemen krisis" dewasa ini. Seorang pemimpin harus sudah memperhitungkan semua kemungkinan tersebut dan harus sudah memiliki berbagai upaya dan konsep pencegahannya.
- * Wiweka, artinya kemampuan untuk dapat membeda-bedakan mana yang salah dan mana yang benar, mana yang tepat dan mana yang kurang tepat. Juga mampu mengambil sikap mana yang lebih penting dan mana yang kurang penting, dan seterusnya. Hal ini tidak dapat diperoleh hanya dengan membaca buku saja, namun harus dilakukan melalui latihan-latihan yang tekun dalam masyarakat di samping itu harus juga ada bakat.
- sumber: BaliPost
(Nomor: 4 /Kep/P.A. Parisada/XII/2003 :Kesejahteraan Umat Hindu)
- Tujuan hidup manusia menurut Weda adalah kebahagiaan yang di dalamnya tekandung makna kesejahteraan, ketertiban, keselamatan dan kebebasan. Secara khusus tujuan hidup ini dirumuskan sebagai Catur Purusaartha, yaitu dharma, artha, kama dan moksha. Untuk mencapai tujuan ini Weda menekankan pada upaya-upaya ritual (karmakanda). Upanisad lebih menekankan pada pencapaian kebebasan individu (jivanmukti) melalui jnana yoga, khususnya pengetahuan tentang Brahman dan atman. Bagawad Gita menjadikan ketertiban dan kesejahteraan masyarakat (lokasamgraha) yang dicapai melalui karmayoga sebagai ajaran sentralnya. (Narayan Champawat).
- "Adalah kewajiban bagi setiap orang untuk mendedikasikan (membaktikan) hidupnya, intelejensi (kepandaiannya), kekayaannya, kata-katanya, dan pekerjaannya bagi kesejahteraan mahluk lain“ (Bhagawata Purana : 10.22.35)
- Dr. Sarvepalli Radhakrishnan mengartikan lokasamgraha sebagai : "The maintenance of the world, stands for the unity of the world, the interconnectedness of society" (pemeliharaan dunia, berarti kesatuan dunia, kesalingterhubungan antar masyarakat"). Supaya dunia tidak jatuh ke dalam penderitaan phisik dan degradasi moral, supaya kehidupan bersama menjadi pantas dan terhormat, etika agama seharusnya mengontrol perilaku sosial.
- Lokasamgraha, secara umum berarti "kesejahteraan bagi semua" (universal well-being). Di dalam keputusan ini Lokasamgraha, "Kesejahteraan bagi semua", lebih difokuskan kepada kesejahteraan bagi semua pemeluk Hindu. Pemeluk Hindu merupakan bagian dari masyarakat dunia. Tidak mungkin tercapai ketertiban dan kesejahteraan dunia, bila salah satu bagiannya, dalam hal ini para pemeluk Hindu, tidak sejahtera.
- Lokasamgraha adalah ideal masyarakat Hindu, mengisyaratkan, adanya kesadaran sosial dari masing-masing pemeluk Hindu, bahwa pencapaian masyarakat yang sejahtera, masyarakat yang bebas dari kemiskinan material maupun spiritual, memerlukan adanya kesetiakawanan, solidaritas, saling tolong menolong, ( bahasa Bali “paras-paros, salunglung sabayantaka“ ), atau kesaling terhubungan dari seluruh pemeluk Hindu.
- Kesadaran, solidaritas sosial dan kesalingterhubungan ini melintasi klan, soroh, marga, dadia, padarman, suku bangsa. Dengan kata lain, setiap pemeluk Hindu, dimanapun dia berada, apapun klan, marga atau suku bangsanya adalah saudara bagi pemeluk Hindu lainnya. Solidaritas keumatan ini, dalam masyarakat Hindu di Bali disebut "suka duka"
- Setiap agama memiliki simbul-simbul yang disakralkan, dan dihormati baik oleh pemeluk agama itu maupun oleh orang lain. Demikian pula halnya dengan agama Hindu. simbul-simbul itu digunakan sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Simbul mengandung arti sesuatu atau menggambarkan sesuatu, khususnya sesuatu yang immaterial, abstrak, suatu ide, kualitas, tanda-tanda sebuah objek, proses dan lain-lain.
- Dalam bahasa Sanksekerta kata Simbol adalah "praktika" yang mengandung arti "yang datang ke depan, yang mendekati" Hal ini bermakna "menunjukkan, menampilkan atau menarik kembali sesuatu dengan analogi kualitas kepemilikan atau dengan mengasosiasikannya ke dalam fakta atau pikiran" , beberapa padanannya di dalam bahasa Sanskerta antara lain cihnam, laksanam, lingga, samjna, pratirupa. Selain itu secara umum dikenal pula istilah: arca, pratima, prativimbha, nyasa, murti dan lain-lain.
- Karena itu makna dan cara pandang kita terhadap simbul-simbul itu haruslah benar. Pratima dan arca pada sebuah pura, walaupun terbuat dari batu, kayu, kertas atau logam sangat berharga bagi seorang penyembah, karena Pratima atau arca itu merepresentasikan sesuatu yang disucikan.
- Bentuk bentuk simbul dalam agama Hindu adalah sebagai berikut :
- 1. Huruf Suci (Wijaksara)
- 2. Gambar/Rajah (Swastika, Padma dan lain-lain)
- 3. Arca dewa dewi
- 4. Nama-nama Tuhan (Prabhawa nama)
- 5. Bangunan-bangunan suci (Meru, Padmasana dan lain-lain)
- 6. Bentuk Teks dan literel lainnya
- Semua simbul simbul itu mengandung nilai sakral dan kesucian.
- Nomor: 3 /Kep/P.A. Parisada/XII/2003
- May God go with you now my friend, and till we meet again.
- May His love keep you safe and sure, as we seek to follow Him.
- For God’s glory live and serve, for His will obey.
- My God’s bleesings fall on you, as we live for Him each day.
- So till we meet again my friend, or till God calls us home.
- May your life be as He as planned, knowing you are not alone.
- Kautilya dianggap salah seorang penulis pola kepemimpinan Hindu paling komprehensif (pada abad IV SM) di antara penulis kitab Niti lainnya. Beliau juga dikenal dengan nama Rsi Wisnu Gupta dan atau Rsi Canakya. Beliau telah membuktikan kebesaran dan keluasan wawasannya di antara penulis kitab Niti dengan menyusun kitab yang berjudul Kautilya Arthasastra yang terdiri atas enam jilid. Karena karyanya itulah kemudian Kautilya disebut sebagai Bapak Ilmu Politik Hindu. Kautilya Arthasastra dapat dikatakan sebagai sebuah buku yang memadukan seluruh pemikiran yang terdapat dalam kitab-kitab Nitisastra sebelumya. Karena itu, Kautilya Arthasastra ini dianggap buku terlengkap.
Menurut Kautilya, seorang pemimpin (Hindu, tentunya) harus mampu memandang bahwa jabatan yang diduduki itu bersifat manusiawi dan bukan sebagai lembaga yang bersifat ilahi. Maksud pernyataan itu adalah jika jabatan itu adalah sebuah lembaga ilahi, maka siapapun tidak boleh melakukan kritik, koreksi dan, dan sejenisnya terhadap lembaga dan pemimpinnya. Akibatnya, pemimpin cenderung akan berlaku absolut, otoriter, dan berlindung di balik sesuatu yang suprame. Kepemimpinan Hindu harus mendasarkan diri pada dasar-dasar humanisme.
Dalam kepemimpinan Hindu ditegaskan pentingnya seorang pemimpin memiliki pengetahuan filsafat (anviksiki), pengetahuan Veda (trayi), ekonomi (varta), dan politik (dandaniti). Pengetahuan filsafat dan Veda membantu menajamkan dan menyehatkan pikiran pemimpin sehingga mampu membuat kebijakan - Niccolo Machiavelli (1469-1527) penulis buku terkenal “Sang Penguasa” (Il Principe, Itali: The Prince, Inggris) bukan nama asing, Machiavelli seorang tokoh ‘reformis’ yang menerapkan ajaran-ajaran kepemimpinan dengan mendobrak legitimasi magis-religius. juga memperkenalkan pemikiran lain di antaranya “pertahankan dan perluas kekuasaan sebelum kekuasaan itu melorot dan hancur. Karena desakan waktu, karena pendeknya kekuasaan untuk berkuasa, maka para penguasa sebaiknya tidak tenggelam dalam mewujudkan cita-cita moral dan religius, melainkan penguasa harus menjadi lihai dan secara terencana memanfaatkan keterbatasan-keterbatasan kodrat manusia yang pada dasarnya egoistis. Kekuatan-kekuatan nyata harus digunakan secara spontan, demikian pula legalitas konstitusional harus difungsikan dengan maksimal untuk melancarkan aksi-aksi politik, dan memanfaatkan bonafiditas lembaga agama untuk membangun publik opini bahwa penguasa adalah pendukung moralitas. (Sastraprateja. 1987: XXIII-XXIV).
- Ditulis Oleh: Ida Bagus Komang Suyasa
- Naskah berbahasa Sunda Buhun dari tahun 1518 mengandung rucita (konsep) kepemimpinan yang dapat dijadikan rujukan dalam upaya memahami citra kepemimpinan tradision
- Nihan sinangguh Dasaprebakti ngaranya, anak bakti di bapa, ewe bakti disalaki, hulun bakti di pacandaan, sisya bakti di guru, wang tani bakti di wado,waso bakti di mantri, mantri bakti di nu nangganan, nu nangganan bakti dimangkubumi, mangkubumi bakti di ratu, ratu didewata, dewata bakti di hyang, yata sinangguh dasaprebakti ngaranna.
- Inilah yang disebut Dasarprebakti 'sepuluh kebaktian': Anak berbakti kepada ayah, istri berbakti kepada suami, hamba berbakti kepada majikan, siswa berbakti kepada guru, petani berbakti kepada wado, wado berbakti kepada nu nangganan, nunangganan berbakti kepada mantri, mantri berbakti kepada mangkabumi, mangkabumi
berbakti kepada raja, raja berbakti kepada dewata, dewata berbakti kepada Hyang.
Ya itulah yang disebut Dasaprebakti namanya - ( * Svami = ngayomi, ngayemi, ngayani )
- Asta Brata artinya delapan ajaran utama tentang kepemimpinan yang merupakan petunjuk Sri Rama kepada Bharata (adiknya) yang akan dinobatkan menjadi Raja Ayodhya. Asta Brata disimbulkan dengan sifat-sifat mulia dari alam semesta yang patut dijadikan pedoman bagi setiap pemimpin, yaitu :
- Indra Brata
Seorang pemimpin hendaknya seperti hujan yaitu senantiasa mengusahakan kemakmuran bagi rakyatnya dan dalam setiap tindakannya dapat membawa kesejukan dan penuh kewibawaan. - Yama Brata
Pemimpin hendaknya meneladani sifat-sifat Dewa Yama, yaitu berani menegakkan keadilan menurut hukum atau peraturan yang berlaku demi mengayomi masyarakat. - Surya Brata
Pemimpin hendaknya memiliki sifat-sifat seperti Matahari (surya) yang mampu memberikan semangat dan kekuatan pada kehidupan yang penuh dinamika dan sebagai sumber energi. - Candra Brata
Pemimpin hendaknya memiliki sifat-sifat seperti bulan yaitu mampu memberikan penerangan bagi rakyatnya yang berada dalam kegelapan/kebodohan dengan menampilkan wajah yang penuh kesejukan dan penuh simpati sehingga masyarakatnya merasa tentram dan hidup nyaman. - Vayu Brata (maruta)
Pemimpin hendaknya ibarat angin, senantiasa berada di tengah-tengah masyarakatnya, memberikan kesegaran dan selalu turun ke bawah untuk mengenal denyut kehidupan masyarakat yang dipimpinnya. - Bhumi (Danada)
Pemimpin hendaknya memiliki sifat-sifat utama dari bumi yaitu teguh, menjadi landasan berpijak dan memberi segala yang dimiliki untuk kesejahteraan masyarakatnya. - Varuna Brata
Pemimpin hendaknya bersifat seperti samudra yaitu memiliki wawasan yang luas, mampu mengatasi setiap gejolak (riak) dengan baik, penuh kearifan dan kebijaksanaan. - Agni Brata
Pemimpin hendaknya memiliki sifat mulia dari api yaitu mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan, tetap teguh dan tegak dalam prinsip dan menindak/menghanguskan yang bersalah tanpa pilih kasih.
- Seorang pemimpin harus mampu mempersatukan 5 sifat-sifat utama/luhur yang dimiliki ole Panca Pandawa (Yudisthira, Bhima, Arjuna, Nakula dan Sahadewa) yakni :
- AJI = Ilmu Pengetahuan Suci (Dharma ; Kemoksan)
- GIRI = Gunung, kuat iman, teguh dalam kebenaran.
- JAYA = Menang dapat mengalahkan musuh-musuhnya.
- NANGGA = Tangguh dan tanggap dalam segala keadaan.
- PRYAMBADA = Membawa kebahagian, tentram dan damai.
- (4 H = Hening, Heneng, Heling, Hawas; 3 T = Tangeh, Tangen, Tangar)
- Ajaran tertinggi Mahabharata adalah dharma dalam pengertian sakama dan niskama dharma
- Sebuah dialog yang menarik yang perlu disimak dalam Santi parva , yaitu antara Vidura dengan Pandava.
- Yudhistira saudara tertua Pandava membuka dialog dengan mengatakan dharma, artha, kama menyangga kehidupan kita sehari-hari. Di antara tiga nilai ini yang mana lebih tinggi kedudukannya atas yang lainnya?
- Terhadap pertanyaan ini Vidura mengatakan bahwa belajar, meditasi (tapasya), kerendahan hati, kesederhanaan, keramahtamahan, kebenaran dan pengendalian diri merupakan elemen-elemen dharma. Dharma merupakan nilai tertinggi. Artha lebih rendah dari dharma. Kama lebih rendah kedudukannya dari keduanya.
- Kemudian Arjuna mengatakan bahwa artha adalah nilai utama karena ia adalah membantu kama, yaitu mata pencarian kehidupan seperti bertani, berdagang, industri, dsb. Dengan artha seseorang dapat menikmati obejk-objek kesenangan di dunia ini, dapat melaksanakan anjuran dharma dalam cara yang lebih baik. Disamping itu motivasi untuk mendapatkan artha sangat besar pada diri manusia.
- Nakula dan Sahadewa mengatakan dharma dan artha harus berjalan bersama-sama.
- Bhimasena mengatakan kama atau keinginan adalah kekuatan penggerak dalam kehidupan. Adalah karena keinginan ini untuk mendapatkan kebahagiann surgawi para rsi termotivasi dan terlibat dalam kwajiban-kewajiban religius, pengendalian diri, tapa, dsb.
- Terakhir, Yudhistira bicara. Ia mengatakan bahwa moksa adalah nilai tertinggi. Seseorang harus melaksanakan kewajiban-kewajibannya tanpa motif pribadi. Hal ini artinya mempraktekkan dharma dengan bersikap sama terhadap dosa atau kebenaran, kekayaan atau kemelaratan, kenikmatan atau penderitaan. Inilah disebut niskama dharma yang mampu memutus lingkaran kelahiran dan kematian, mengantarkan, menuju tercapainya yang absolut (moksa, brhamaprapti)
- Abhikamika
Pemimpin harus tampil simpatik, berorientasi ke bawah dan mengutamakan kepentingan rakyat banyak dari pada kepentingan pribadi atau golongannya. - Prajna
Pemimpin harus bersikap arif dan bijaksana dan menguasai ilmu pengetahuan teknologi, agama serta dapat dijadikan panutan bagi rakyatnya. - Utsaha
Pemimpin harus proaktif, berinisiatif, kreatif dan inovatif (pelopor pembaharuan) serta rela mengabdi tanpa pamrih untuk kesejahteraan rakyat. - Atma Sampad
Pemimpin mempunyai kepribadian : berintegritas tinggi, moral yang luhur serta obyektif dan mempunyai wawasan yang jauh ke masa depan demi kemajuan bangsanya. - Sakya Samanta
Pemimpin sebagai fungsi kontrol mampu mengawasi bawahan (efektif, efisien dan ekonomis) dan berani menindak secara adil bagi yang bersalah tanpa pilih kasih/tegas. - Aksudra Pari Sakta
Pemimpin harus akomodatif, mampu memadukan perbedaan dengan permusyawaratan dan pandai berdiplomasi, menyerap aspirasi bawahan dan rakyatnya.
- Asta Dasa Berata Pramiteng Prabhu dari Gajah Mada adalah 18 (delapan belas) kewajiban pokok pengendalian diri seorang pemimpin yaitu :
- 1. Wijaya ; bersikap tenang dan bijaksana.
- 2. Matri Wira ; berani membela yang benar.
- 3. Natanggwan ; mendapat kepercayaan rakyat,
- 4. Satya bhakti a prabhu ; taat kepada pemimpin/pemerintah.
- 5. Wagmi wak ; pandai bericara dan meyakinkan pendengar.
- 6. Wicak saneng naya ; cerdik menggunakan pikiran.
- 7. Sarja wopasana ; selalu bersikap rendah hati.
- 8. Dirotsaha ; rajin dan tekun bekerja.
- 9. Tan satresna ; jangan terikat pada satu golongan atau persoalan.
- 10. Masihi semesta Buwana ; bersikap kasih sayang kepada semuanya.
- 11. Sih Semesta buwana ; dikasihi oleh semuanya;
- 12. Negara Ginang Pratidnya ; selalu mengabdi dan mendahulukan kepentingan negara.
- 13. Dibya cita ; toleran terhadap pendirian orang lain.
- 14. Sumantri ; tegas dan jujur.
- 15. Anayaken musuh ; selalu dapat memperdaya musuh.
- 16. Waspada Purbha wisesa ; waspada selalu/introspeksi.
- 17. Ambeg Paramartha ; pandai mendahulukan hal-hal yang lebih penting.
- 18. Prasaja ; hiduplah sederhana.
YANG DIHADAPI MASYARAKAT BALI
PERSADA – NUSANTARA
Buddhim tu sarathim viddhi. manah pragaham eva ca.
Indriani hayan ahur visayam tesu gicaran.
atmendriye mano yuktam bhoktety ahur manisinah.
(Katha Upanisad 1.3.3 dan 4).
Maksudnya:
Atma widya adalah pengetahuan tentang atman jiwa dan bhuwana alit. Sedangkan Brahma widya adalah pengetahuan tentang ketuhanan atau jiwa agung alam semesta (bhuwana agung).
- Keberagaman Kelompok sosial adalah terdapatnya banyak kelompok sosial dalam kehidupan masyarakat.
Terdapat lima kriteria kumpulan individu disebut sebagai kelompok sosial :
- Setiap anggota kelompok memiliki kesadaran bahwa ia merupakan bagian atau anggota dari kelompok lainnya.
- Masing-masing individu menjalin hubungan secara timbal balik.
- Memiliki motivasi bersama sebagai faktor pengikat, seperti kesamaan kepentingan, kesamaan nasib, kesamaan ideologi-politik, agama dan seterusnya.
- Berstruktur dan memiliki kaidah yang ditaati bersama.
- Memiliki suatu sistem.
- Multikulturalisme adalah sebuah filosofi —terkadang ditafsirkan sebagai ideology-yang menghendaki adanya persatuan dari berbagai kelompok kebudayaan dengan hak dan status sosial politik yang sama dalam masyarakat modern. Istilah multikultural juga sering digunakan untuk menggambarkan kesatuan berbagai etnis masyarakat yang berbeda dalam suatu negara.
- Multikulturalisme bertentangan dengan Monokulturalisme dan Asimilasi yang telah menjadi norma dalam paradigma negara-bangsa (nation-state) sejak awal abad ke-19. Monokulturalisme menghendaki adanya kesatuan budaya secara normatif (istilah 'monokultural' juga dapat digunakan untuk menggambarkan homogenitas yang belum terwujud (pre-existing homogeneity). Sementara itu, Asimilasi adalah timbulnya keinginan untuk bersatu antara dua atau lebih kebudayaan yang berbeda dengan cara mengurangi perbedaan-perbedaan sehingga tercipta sebuah kebudayaan baru.
MULTI KULTURALISME MENJAGA INTEGRITAS BANGSA & NEGARA
- Sebaiknya Depdiknas R.I. mengadopsi pendidikan multikulturalisme untuk diberlakukan dalam pendidikan sekolah, dari tingkat SD sampai dengan tingkat SLTA dan bahkan sampai Perguruan Tinggi.
- Multikulturalisme sebaiknya termasuk dalam kurikulum sekolah, dan pelaksanaannya dapat dilakukan sebagai pelajaran ekstra-kurikuler atau menjadi bagian dari krurikulum sekolah (khususnya untuk daerah-daerah bekas konflik berdarah antar sukubangsa, seperti di Poso, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Ambon dan berbagai tempat lainnya).
- Dalam sebuah diskusi dengan tokoh-tokoh Madura, Dayak, dan Melayu di Singkawang baru-baru ini, mereka itu semuanya menyetujui dan mendukung ide tentang diselenggarakannya pelajaran multikulturalisme di sekolah-sekolah dalam upaya mencegah terulangnya kembali konflik berdarah antar sukubangsa yang pernah mereka alami dimasa lalu.
- Sebagai penutup mungkin dapat kita pikirkan bersama apakah multikulturalisme sebagai ideologi yang mendukung cita-cita demokrasi akan hanya kita jadikan sebagai wacana ataukah sebagai sebuah tema utama dalam antropologi Indonesia yang akan merupakan sumbangan Antropologi Indonesia bagi pembangunan masyarakat Indonesia. Semuanya terpulang pada keputusan kita bersama dan Para Penyuluh masing-masing Agama dinegeri ini.