Notifications

Rahasia Filosofi Bali: Koneksi antara Manusia dan Dewa

Budaya menjadi salah satu identitas masyarakat Bali yang mencakup norma, nilai, aturan, dan adat istiadat. Budaya ini sebagian hadir dari interaksi antara manusia dan dewa yang memiliki filosofi kuat.

Pada kesempatan ini akan dibahas tentang rahasia filosofi Bali yang menjelaskan interaksi manusia dan dewa. Berikut penjelasannya lebih lanjut.

Koneksi antara Manusia dan Dewa

Ruang Lingkup Filosofi Bali

Budaya Bali merupakan wujud ekspresi dari interaksi masyarakat dengan lingkungan di sekitarnya. Hal ini terbagi atas dua macam berdasarkan kosmologi Bali, antara lain:

1. Lingkungan sekala (nyata)

Hal ini meliputi lingkungan sosial yang berkaitan dengan masyarakat dan lingkungan fisik berupa alam sekitar. Contohnya, bahasa, hukum, serta norma yang berlaku di Bali.

2. Lingkungan niskala (tidak nyata)

Lingkungan ini berkutat pada kekuatan supernatural yang melahirkan sistem religi lokal yang bercampur dengan tradisi agama, khususnya Hindu. Contohnya, upacara ritual keagamaan.

Tri Hita Karana

Tri Hita Karana merupakan salah satu dari filosofi Bali yang berkaitan dengan koneksi manusia dan dewa. Istilah ini berasal dari tiga kata. Tri berarti Tiga; Hita sejahtera; dan Karana penyebab. Jadi, Tri Hita Karana dapat kita artikan tiga penyebab kesejahteraan.

Tiga penyebab kesejahteraan datang dari keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan, dengan manusia, dan dengan lingkungannya. Masyarakat di Bali memegang teguh konsep tersebut dan selalu mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Istilah Tri Hita Karana muncul pada 1966 silam, tepatnya saat Konferensi Daerah I Badan Perjuangan Umat Hindu Bali. Seiring waktu, akhirnya ajaran Tri Hita Karana meluas dan menjadi landasan hidup masyarakat Bali.

Konsep Tri Hita Karana dalam Budaya Bali

Untuk menjaga hubungan dengan lingkungan sekala dan niskala, masyarakat Bali berpegang pada konsep tiga penyebab kesejahteraan. Konsep Tri Hita Karana ini terdiri dari tiga aspek, antara lain:

1. Aspek Parhyangan

Pertama, aspek parhyangan adalah bentuk hubungan masyarakat Bali dengan lingkungan spriritual yang berakulturasi dengan ajaran Hindu. Masyarakat Bali – yang mayoritas beragama Hindu – menyebut nama Tuhan sebagai Hyang Widhi Wasa.

Dalam praktiknya, umat Hindu akan melakukan pemujaan terhadap dewa-dewa, seperti Brahma, Wisnu, dan Siwa. Dewa-dewa ini sejatinya juga merupakan wujud pemujaan terhadap Tuhan sebagai pencipta, pemelihara, dan pelebur.

2. Aspek Pawongan

Pawongan menitikberatkan hubungan manusia dengan manusia lainnya yang tak bisa dilepaskan sebagai makhluk sosial. Dengan kodrat tersebut, maka ada sebuah ungkapan “angawe sukaning wong lian” yang mengajarkan masyarakat Bali untuk memberi kebahagian untuk orang lain.

Budaya Bali juga memegang konsep Tat Twam Asi yang bermakna sebagai cinta kasih serta solidaritas. Hal ini tentu berperan penting dalam menciptakan hubungan harmonis antarsesama umat manusia. Selain itu, ada pula konsep ahimsa yang merupakan seruan agar tidak melakukan tindak kekerasan kepada manusia.

3. Aspek Palemahan

Terakhir, Aspek palemahan merupakan koneksi hubungan manusia dengan lingkungan fisik. Dalam hal ini, lingkungan fisik adalah alam. Masyarakat Bali senantiasa menjaga hubungan dengan semesta alam.  Di antaranya dengan tidak melakukan eksploitasi sumber daya alam Bali secara berlebihan guna menjaga kelestariannya.

Di Bali, filosofi ini mereka jaga dengan Sukerta Tata Palemahan yang berfungsi sebagai mekanisme kontrol atas pemanfaatan sumber daya alam. Hal ini mencerminkan kearifan ekologi. Ketiga aspek dalam konsep Tri Hita Kirana ini pun berkesinambungan dan akan Anda jumpai di setiap aspek kehidupan masyarakat Bali.

Contoh Penerapan

Filosofi Bali memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk menjalani kehidupan. Berikut adalah beberapa contoh penerapan tiga aspek penyebab kesejahteraan tersebut:

1. Parahyangan

  • Melaksanakan Puja Tri Sandya.
  • Menunaikan persembahyangan 3 kali sehari.
  • Mengaturkan sesajen setiap peringatan.
  • Menghadiri dan mendengarkan Dharma Wacana.
  • Berkontribusi dalam persiapan upacara.
  • Berdoa ketika akan beraktivitas.

2. Pawongan

  • Menghargai hak orang lain.
  • Melaksanakan kewajiban sebagaimana mestinya.
  • Menumbuhkan rasa toleransi.
  •  Saling tolong-menolong.
  •  Menghargai pendapat orang lain.
  • Menjaga hubungan baik dengan orang sekitar.

3. Palemahan

  • Tidak membuang sampah sembarangan.
  • Melakukan gotong royong.
  •  Menanam dan merawat tumbuhan.
  • Tidak merusak lingkungan.
  • Tidak membunuh dan menyakiti hewan.

Demikianlah penjelasan mengenai filosofi Bali yang menjelaskan koneksi manusia dan dewa, sesama manusia, hingga alam sekitar. Semoga mudah dipahami.

Post a Comment