Notifications

Makna Upacara 'Medapetan' Orang Tua Wajib Tau dan Mensyukurinya

 Kelahiran merupakan suatu peristiwa bersejarah bagi kehidupan sebuah keluarga yang disebut dengan rasa kegembiraan dan suka cita. 

Makna Upacara 'Medapetan' Orang Tua Wajib Tau dan Mensyukurinya

Kehadiran seorang bayi dalam keluarga adalah sesuatu yang sangat dinanti-nantikan. Karena dengan kehadiran seorang bayi setelah menikah memiliki arti tersendiri, sekaligus sebagai bentuk tanggung jawab yang siap diterima apapun kondisinya. Ini menunjukan kelahiran merupakan bentuk tanggung jawab yang mewarnai kehidupan baru dalam sebuah rumah tangga yang dibangun dengan segenap cinta kasih.


Bagi masyarakat Hindu, kelahiran seorang anak dalam keluarga, dipandang sebagai suatu peristiwa yang amat penting untuk diperingati dengan berbagai upacara keagamaan. Karena kelahiran seorang anak, menjadi buah dari suatu perkawinan, yang didasari cinta dan kasih sayang yang dibangun dalam ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dalam upaya membentuk rumah tangga bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Kelahiran merupakan karunia Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, Karena semuanya tidak dapat ditentukan oleh manusia kapan ia akan lahir. Kelahiran juga merupakan suatu kebahagiaan, karena erat hubungannya dengan keturunan, yang berfungsi untuk pembayaran hutang kelahiran bagi leluhurnya yang mengharap penyupatan pada generasi penerusnya. Penyelenggaraan upacara kelahiran bagi umat hindu, mempunyai maksud dan tujuan memberikan penyangaskara (pembersihan atau penyucian) agar tetap selalu berada dalam bimbingan Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa.

Pustaka suci "Angastyaprana" diceritakan, bahwa kehidupan bayi selama berada dalam kandungan si Ibu dijaga dan dilindungi oleh Hyang Siwa dan secara biologis mengalami perubahan, sesuai dengan phase perkembangannya. Kemudian stelah kehamilan berusia sembilan bulan, maka phase kelahiran yang sangat ditunggu-tunggu akhir tiba. Kebahagiaan, kesemarakan dan ucapan rasa angayubagyapun terpanjatkan kehadapan Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, sebagai bentuk keceriaan yang tak terhingga. Inilah makna dari kelahiran yang disebut dengan penuh suka cita.

Makna Upacara Kelahiran Bagi Umat Hindu

Penyelenggaraan upacara kelahiran bagi umat hindu, sering disebut dengan upacara Medapetan, berasal dari kata "dapat" atau memperoleh, yakni memperoleh anak yang lahir dari sebuah perkawinan. Upacara ini mempunyai maksud dan tujuan sebagai pernyataan rasa terima kasih kepada Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa, karena telah dikaruniai seorang anak, memohon perlindungan, tuntunannya agar kelak tumbuh menjadi anak yang suputra. Suputra artinya menjadi seorang anak yang baik dan berguna bagi keluarga, bangsa dan negara. Karena itu bayi yang lahir wajib diberikan upacara keagamaan yang sakral sebagai manusia. Bila tidak di upacarai menurut ketentuan dalam lontar Jatma Prawerti, manusia itu tidak ada bedanya dengan kelahiran binatang.

Dalam lontar Angastya Prana, diceritakan bahwa semasa bayi dalam kandungan ia diemban oleh Bhatara Siwa. Pada waktu bayi sembilan bulan lebih dalam kandungan, ada dialog antara Bhatara Siwa dengan si Jabang Bayi. Bhatara Siwa menyampaikan pesan kepada si bayi bahwa gedong dalam wujud kandungan ibunya ini adalah tempatnya sementara. Beberapa hari lagi hendaknya dia bersedia untuk keluar dari kandungan ibunya. Tempatnya untuk berkembang di dunia yang ada di luar kandungan ibunya itu. Tetapi sang bayi menyatakan rasa takutnya untuk menjelma ke dunia, karena hidup di dunia sangat menakutkan, ada halilintar, ada badai, gempa, ada orang jahat, dan juga penyakit yang menyebabkan manusia menjadi menderita. Demikianlah sang bayi menyampaikan kekhawatirannya kepada Bhatara Siwa. Lalu Bhatara Siwa menjawab, Hai sang bayi kamu tidak perlu takut dan khawatir untuk menjelma ke dunia. Dunia itu adalah tempatmu untuk meningkatkan diri, dunia adalah tempat kamu berlatih untuk memperjuangkan hidupmu agar dapat mencapai peningkatan diri guna menuju kehidupan yang lebih tinggi yang semakin dekat dengan Tuhan atau Sang Hyang Widhi Wasa. Si bayipun kembali bertanya bagaimana cara keluar dari gedong ini, saya tidak mampu untuk keluar sendiri. Bhatara Siwa menjelaskan, mintalah bantuan kepada saudaramu Sang Catur Sanak (Saudara emapat). Karena empat saudaramu itulah yang nanti akan memelihara, dan melindungi dirimu setiap hari baik selama kamu berada dalam kandungan, demikian pula nanti setelah kamu keluar dari kandungan ibumu. Saudara empatmu itulah yang akan membantu kamu untuk keluar dari gedong ini. Selanjutnya si bayi kemudian meminta bantuan kepada Sang Catur Sanak, untuk mengeluarkannya dari kandungan sang ibu.

Siapa itu Sang Catur Sanak ? Dia adalah Ari-ari (Plasenta), Yeh Nyom (air ketuban), Lamas (Lendir untuk melicinkan jalan keluar), dan Darah. Kemudian Sang Catur Sanak menyanggupi permintaan si bayi dengan catatan kelak setelah si bayi lahir kelak hendaknya ia berjanji tidak melupakan dirinya. Bila ia lupa pada saudara empatnya (Sang Catur Sanak), iapun tidak dapat menolong si bayi kelak bilamana mendapat suatu bencana. si bayipun menyanggupi permintaan Sang Catur Sanak. Setelah terjadi kesepakatan antara si bayi dengan saudaranya (Sang Catur Sanak), si bayipun siap-siap untuk lahir kedunia penuh tantangan hidup. Kemudian Yeh Nyom membuka pintu, darah memberikan tenaga, lamas memberikan zat pelicin dan plasenta atau ari-aripun mendorongnya keluar. Dengan kerjasama Sang Catur Sanak secara sempurna si bayipun akhirnya lahir kedunia yang penuh misteri kehidupannya. setelah si bayi berada diluar, ari-arinya kemudian dipotong, kemudian si bayipun mengeluarkan suara tangisan menjerit-jerit karena berpisah dengan saudara-saudaranya. selanjutnya untuk memenuhi janji si bayi maka orang tua si bayilah yang mewakili untuk memperhatikan Sang Catur Sanak. Untuk itulah orang tua si bayi kemudaian menyiapkan segala upacara penanaman Catur Sanak (ari-ari) di depan pintu rumah tempat tinggal si bayi bersama orang tuanya. Untuk si bayi diselenggarakan upacara kelahiran bayi yang disebut dengan upacara "Mapag Rare" atau "Mepadetan"., yakni menjemput kadatangan si bayi secara lahir bathin. 

Rangkaian Makna Upacara Kelahiran Bayi

Pelaksanaan upacara kelahiran bayi berdasarkan Lontar "Janma Prawerti", disebutkan mengenai pesan Sanghyang Jagatnatha kepada Sanghyang Aditya, bahwa apabila bayi lahir hendaknya dibuatkan upacara sebagai manusia layaknya, bila tidak dibuatkan upacara maka manusia yang lahir itu tak ubahnya seperti tingkah laku binatang. sejalan dengan petunjuk tersebut, pelaksanaan upacara kelahiran si bayi atau "Mapag Rare", merupakan pertanda bahwa manusia makhluk utama dan makhluk mulia mempunyai bayu, sabda dan idep, yakni kemampuan untuk hidup dan berkembang biak, kemampuan untuk berbicara (berkomunikasi) dengan sesama dalam komunitas hidupnya, dan kemampuan berupa idep untuk berpikir secara baik sehingga mampu memilih mana yang benar, dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk. Dengan kelahiran si bayi dari kandungan si ibu, turun ke bumi patut dibuatkan upacara selamatan, kepada Sanghyang Ibu Pertiwi, Dewanya alam semesta yang dijadikan tempat nantinya melangsungkan kehidupan, berupa Banten Pejati. Begitu pula setelah lahir si bayi dipisahkan dengan Ari-arinya lalu dibersihkan, selanjutnya dibuatkan upacara kehadapan Sang Hyang Akasa, agar beliau selalu memberikan keselamatan dan kekuatan hidup termasuk pula kepada saudara-saudaranya yang tertanam dibumi.

Perlu untuk diketahui bahwa setelah lahirnya bayi, Ari-arinya dibersihkan, kemudian dimasukkan kedalam sebuah kelapa yang telah dibelah atau dapat pula di pergunakan sebuah Periuk (Payuk) Pere atau Pendil. Pada Bagian atas dari kelapa atau periuk (payuk) Pere atau Pendil, di tulisi Wijaksara Omkara, sedangkan pada bagian bawahnya dengan Wijaksara Ah Kara. Setelah Ari-ari dimasukkan, di isi dengan berbagai jenis duri-durian seperti mawar, terung, jeruk, salak dan lain sebagainya, lalu di susunin  "Base/Sirih lekesan", bila memungkinkan sekerat lontar bertuliskan aksara : "Om Ibu Pertiwi Ksantawya Pukulun". Selanjutnya Kelapa atau Periuk (Payuk) Pere atau Pendil ditutup, lalu dibungkus dengan kain putih secara rapi, yang nantinya akan ditanam. Sebelum dibuat lubang dipilihkan tempat. bila bayinya laki-laki maka Ari-arinya ditanam disebelah kanan pintu masuk, sedangkan bila perempuan disebelah kirinya. Adapun upakaranya : Nasi Kepel 4 buah berisi lauk pauk berupa bawang, jahe, garam dan arang dilengkapi dengan sebuah canang  Genten yang pada intinya dimohonkan keten angan dan keselamatan, serta tidak mengganggu si bayi. Setelah ari-ari ditanam, diatasnya diletakkan sebuah batu hitam (batu bulitan), disampingnya ditanami pohon pandan berduri dan lampu.

Sedangkan upakara yang dipersiapkan dalam upacara "Mapag Rare" : Banten Dapetan, berupa sebuah Nasi Muncuk Kukusan, dilengkapi dengan Raka-raka, Rerasmen, Sampyan Pelaus, Canang Sari/Genten dan sebuah Penyeneng, yang di alasi dengan Taledan. Upakara ini dipersembahkan kepada Sang Dumadi yaitu yang turun menjelma, agar melindungi dan memberikan keselamatan.

Makna Filosofis Upacara Kelahiran Bayi

Adapun inti dan hakekat yang terkandung dalam upacara perawatan dan penanaman Ari-ari menurut lontar Angastya Prana, bertujuan adalah untuk mempermaklumkan kehadapan Sang Hyang Ibu Pertiwi dan Sanghyang Akasa, agar memberikan perlindungan dan umur panjang bagi keselamatan hidup sang bayi, yang akan hidup ditanah (bumi) dan dibawah langit. Permakluman ini dilambangkan dengan buah kelapa yang dirajah dengan Omkara diatasnya, kehadapan Sanghyang Ibu Pertiwi dan dengan Ah Kara dibawahnya. Lampu/api yang selalu menyala diatas gundukan tanah dimana Ari-ari ditanam, melambangkan Hyang Maha Kuasa yang memberikan sinar dan roh atau jiwa dari Sanghyang Pertiwi dan Sanghyang Akasa. Duri dari pohon pandan berduri merupakan lambang senjata untuk melindungi Sang Catur Sanak dan Sang Bayi, secara kenyataan berfungsi sebagai pelindung terhadap gangguan binatang atau sejenisnya.

Sirih lekesan merupakan lambang bakti hidup bersama secara lahir bathin antara Sang Catur Sanak dengan Sang Bayi. Keratan Lontar yang bertuliskan "Om Ibu Pertiwi Ksantawya Pakulun, merupakan lambang memohon pengampunan dosa kehadapan Ibu Pertiwi. Penutup Kelapa dengan kain putih merupakan lambang kesucian, Batu Bulitan lambang pemeliharaan kemudian Upakara (Banten) Nasi Kepel 4 buah dengan lauk pauk bawang, jahe dan garam serta arang lambang suguhan untuk Sang Catur Sanak sedangkan lauknya lambang keseimbangan agar tidak menganggu kehidupan Sang Bayi. Upakara (Banten) Mapag Rare yang ditujukan kepada sang bayi merupakan lambang penyambutan atas menjelmanya Sang Dumadi dari pangkuan Sanghyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Kuasa. Nasi Muncuk Jit Kukusan atau Tumpeng dalam upakara (Banten) Dapetan, lambang Gunung sthana pada Dewa-dewa. Upakara (Banten) Penyeneng lambang kehidupan yang utama, yang dimaksudkan dengan kehidupan yang utama adalah sehat jasmani dan rohani. Sehat Jasmani dan Rohani terdapat dalam unsur-unsur Upakara (Banten) Dapetan yang mengandung makanan sehat terdiri dari Nasi, Lauk, Ikan dan Buah-buahan dalam hidup utama yang berkesinambungan dilambangkan dalam Upakara (Banten) Penyeneng. Makna dari Upakara (Banten) Dapetan dan Penyeneng dalam upacara Mapag Rare, merupakan perwujudan rasa terima kasih dan rasa gembira menyambut turunnya leluhur sucinya menjelma kedunia, diiringi dengan permohonan agar memperoleh keselamatan dan kedamaian hidup lahir dan bathin.

Demikianlah pentingnya upacara kelahiran seorang bayi, sehingga setiap keluarga baru menyambutnya dengan penuh suka cita dan rasa angayubagya kehadapan Sanghyang Widhi Wasa.
Post a Comment