Notifications

Tattva Tat Twam Asi: Persatuan dalam Filosofi Bali

Dalam menciptakan suatu kerukunan di masyarakat, ada istilah Tattva Tat Twam Asi. Itu salah satu konsep persatuan di Bali yang hingga kini masyarakat pedomani.

Pada kesempatan ini kita akan membahas lebih lanjut mengenai konsep Tat Twam Asi. Hal itu berkaitan dengan filosofi hingga tata cara penerapannya di Bali. Simaklah hingga selesai.

Apa Itu Tattva Tat Twam Asi?

Tattva Tat Twam Asi

Kehidupan yang harmonis tentu menjadi harapan bagi semua orang. Namun, kehidupan yang damai tidak mungkin bisa diwujudkan tanpa adanya toleransi. Tepatnya, sikap saling menghargai, menghormati, memahami, dan menerima perbedaan yang ada. Sebab, perbedaan merupakan suatu keniscayaan yang tidak bisa dihindari.

Susastra Suci Weda mengajarkan tentang sebuah nilai yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Guna mencapai kehidupan yang rukun dan damai. Hal ini menjadi nilai luhur yang patut dilestarikan dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Di dalam Chandogya Upanisad VI.8.7, tersurat sebuah Maha Vakya, semboyan utama yaitu Tattva Tat Twam Asi. Semboyan tersebut bisa digunakan sebagai pedoman dalam membangun kehidupan agar senantiasa rukun dan damai.

Tattva Tat Twam Asi artinya "itu adalah engkau, engkau adalah dia". Kata "itu" maknanya sebagai Brahman (jiwa yang menghidupi semua makhluk). Artinya, jiwa yang bersemayam dalam setiap manusia berasal dari sumber yang sama, yaitu Brahman atau Tuhan sendiri.

Ajaran Tattva Tat Twam Asi dalam filosofi Bali merupakan dasar dari Tata Susila Hindu dalam usaha mencapai perbaikan moral. Susila yakni tingkah laku yang baik dan mulia untuk membangun hubungan yang seimbang.

Tata Cara Pengimplementasian

Untuk membina keselarasan hubungan, maka dapat diimplementasikan dengan ajaran Tattva Tat Twam Asi. Menurut filosofi Bali, berikut tata caranya:

  • Melakukan perbuatan sesuai dengan ajaran agama dan norma yang berlaku dalam masyarakat tanpa adanya paksaan.
  • Bertanggung jawab atas semua perilaku yang sudah dilakukan.
  • mendahulukan kepentingan bersama ketimbang

Selain itu, menumbuhkan sikap toleransi juga bisa menciptakan kehidupan yang rukun dan damai. Terutama sikap tenggang rasa dan tidak menyakiti perasaan orang lain.

Penjelasan Filosofi Jawa dan Bali

Dalam falsafah Jawa, nilai luhur Tattva Tat Twam Asi diwujudkan melalui sikap Tepa Slira. Artinya, kita harus mampu merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Dalam artian lain, tidak boleh menyakiti orang lain, jika kita tidak mau merasakan sakit yang sama. Tujuan dari Tepa Slira sama dengan nilai Tattva Tat Twam Asi dari filosofi Bali. Keduanya sama-sama bertujuan untuk menciptakan keselatan serta keharmonisan dalam hidup. Sebab, perbedaan suku, ras, agama, dan golongan bukanlah penghalang untuk hidup bersama dalam suasana damai. Tetaplah untuk saling menghargai, memahami, dan saling mengerti dari segala aspek perbedaan.

Hal yang paling utama yaitu bersikap mawas diri, mampu mengendalikan diri agar tidak memaksa kehendak kepada orang lain. Serta saling menghargai dan menghormati setiap perbedaan yang ada. Dari Maha Wakya Tattva Tat Twam Asi filosofi Bali inilah yang mengharapkan kita agar mampu bercermin. Bahwa, sebenarnya kedudukan antar sesama manusia yaitu setara. Tepatnya, itu adalah engkau dan engkau adalah dia juga.

Tentu tidak salah jika Hindu, dalam filosofi Bali mengajarkan bahwa kebaikan ini sama adanya. Baik kelahiran, kedudukan, ataupun jabatan semuanya sama. Rindunya, berasal dari lima unsur yang sama, yaitu Panca Maha Bhuta. Dalam jasmani manusia, berasal dari lima unsur, yaitu; tanah, api, udara, angin, dan air. Sedangkan dalam badan menurut filosofi Bali, terdapat roh atau jiwa sebagai unsur rohani. Lebih tepatnya unsur kesadaran Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa.

Ajaran Ahimsa Karna dan Satyan Sundharam

Selain ajaran Tattva Tat Twam Asi, dalam filosofi Bali ternyata ada juga ajaran ahimsa karna. Dalam filosofi Bali, ahimsa karma merupakan nilai ajaran Weda yang universal. Nilai ahimsa karma ini dipopulerkan oleh Gandhi. Di mana isinya menekankan tidak boleh membunuh, memfitnah, dan menyakiti. Apalagi jika sampai iri hati, kemudian mengadu domba dengan berbagai kebohongan sebagai retorika yang dibalut oleh agama. Semua hal tersebut tentu tidak dibenarkan oleh agama.

Bukan itu saja, filosofi Bali dalam ajaran Hindu-nya juga mengajarkan perilaku satyan, sundharam, dan sivam. Alias berperilaku jujur, kesucian, serta keharmonisan yang sejati. Hindu juga senantiasa mengajarkan bahwa kebenaran serta kejujuran merupakan prinsip dasar hidup dan kehidupan. Apabila seseorang senantiasa menjalankan kebenaean, maka kehidupannya akan sehat selamat. Bahkan, terhindar dari malapetaka dan bencana.

Begitulah filosofi Bali mengenai ajaran Tattva Tat Twam Asi. Sangat menarik sekali bukan?

Post a Comment