Notifications

Kontroversialnya Joget Bumbung di Bali: Tarian Erotis?

Bali, sebuah pulau yang kaya akan budaya dan seni, menjadi tempat lahirnya beragam kesenian yang memikat hati. Salah satu di antaranya adalah tari Bumbung atau yang lebih dikenal dengan Joged Bumbung. Namun, di balik keindahannya, kesenian ini sering kali disoroti karena penampilannya yang dianggap terlalu erotis.

Mengenal Keunikan Tari Joged Bumbung

joget bumbung bali

Joged Bumbung bukan hanya sekadar tarian, melainkan merupakan bagian dari kehidupan sosial masyarakat Bali. Dalam pertunjukan Joged Bumbung, penari mengajak penonton untuk ikut menari, menciptakan suasana yang ramai dan penuh keceriaan. Tarian ini menjadi sarana hiburan yang merakyat, di mana siapa pun dipersilakan untuk bergabung dalam gerakannya yang enerjik.

Meskipun begitu, Joged Bumbung tidak luput dari kritik dan kontroversi. Beberapa pihak menilai bahwa penampilannya seringkali terlalu terbuka dan berkesan erotis, terutama dengan gerakan-gerakan tubuh yang dinilai merangsang. Hal ini menyebabkan sebagian orang menganggap bahwa kesenian ini telah kehilangan keasliannya dan diubah menjadi pertunjukan yang tidak pantas.

Menyelami Makna Sejati Tari Joged Bumbung

Namun, di balik pandangan kontroversial tersebut, Joged Bumbung tetaplah sebuah warisan budaya yang kaya makna. Sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat Bali, tarian ini mencerminkan keceriaan, kebersamaan, dan kebebasan berekspresi. Melalui gerakannya yang mengundang tawa, Joged Bumbung mengajarkan tentang pentingnya menjalin hubungan sosial yang harmonis dan kegembiraan dalam kesederhanaan.

Kontroversial Joged Bumbung di Bali

Joged Bumbung, sebuah tarian yang meriah dan penuh semangat, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari seni budaya Bali. Biasanya dipentaskan oleh para penari perempuan, tarian ini mengundang penonton, khususnya para laki-laki, untuk bergabung dalam ngibing atau berpartisipasi dalam gerakannya yang enerjik. Awalnya, para penari akan menari sendiri, kemudian mencari pasangan dari penonton untuk bergabung dalam tarian tersebut.

Namun, di balik keindahannya, Joged Bumbung tidak luput dari tantangan dan kontroversi. Praktiknya sering kali dipenuhi dengan perilaku tak senonoh dari sebagian penonton yang tidak segan menyentuh tubuh penari atau melakukan gerakan yang merangsang. Bahkan, dalam beberapa kasus, pertunjukan Joged Bumbung diwarnai dengan gerakan tak senonoh yang terdokumentasi dalam video yang beredar luas di media sosial.

Puncak dari kontroversi yang melanda kesenian Joged Bumbung ternyata bukanlah momen yang baru. Pada tahun 2003, video pertunjukan dengan judul "Joged Goyang Maut" pertama kali muncul, menimbulkan ketegangan akan citra tari tradisional ini. Ketidaknyamanan masyarakat terhadap video tersebut menjadi sorotan, memberikan awal yang gelap terhadap eksistensi Joged Bumbung.

Eskalasi di Era Media Sosial

Namun, benih kontroversi baru benar-benar mekar pada tahun 2017. Video pertunjukan Joged Bumbung dengan muatan erotis tersebar luas di berbagai platform media sosial, termasuk YouTube. Masyarakat terbagi antara mereka yang menilai tarian ini sebagai bagian tak terpisahkan dari warisan budaya Bali, dan mereka yang melihatnya sebagai representasi yang merusak dan tidak pantas.

Reaksi masyarakat terhadap kontroversi ini sangat beragam. Ada yang mengkritik keras tarian tersebut, menudingnya sebagai bentuk pelecehan terhadap seni dan budaya Bali. Namun, di sisi lain, ada juga yang mempertahankan eksistensi Joged Bumbung sebagai bagian penting dari kehidupan seni dan budaya Bali, meskipun dengan pemahaman bahwa ada batasan-batasan etika yang harus dijaga.

Upaya Pemulihan dan Pengawasan

Kontroversi ini memunculkan upaya-upaya untuk memulihkan citra Joged Bumbung. Berbagai pihak, termasuk instansi kebudayaan dan komunitas seni, berkolaborasi dalam menjaga keaslian kesenian ini sambil memastikan bahwa penampilannya tidak melampaui batas-batas moral dan etika yang berlaku.

Kontroversi Joged Bumbung menjadi pengingat penting akan tantangan yang dihadapi dalam menjaga keberlanjutan dan integritas warisan budaya. Sambil menghargai nilai-nilai tradisional, perlu juga disertai dengan kesadaran akan nilai-nilai yang lebih luas, termasuk perlindungan terhadap martabat individu dan penghargaan terhadap norma-norma sosial yang berlaku.

Perjuangan untuk Menjaga Kebudayaan yang Autentik

Meskipun menuai kritik dan kecaman keras dari masyarakat, Joged Bumbung tetap bertahan dan sering ditampilkan dalam berbagai acara di Bali, termasuk dalam Pesta Kesenian Bali (PKB) 2022. Meski demikian, banyak pihak yang berusaha menjaga kemurnian seni tradisional ini, menampilkan tarian tanpa tambahan unsur porno atau erotisme, terutama dalam acara-acara resmi dan besar seperti PKB.

Joged Bumbung, dengan segala kontroversinya, tetap menjadi bagian penting dari kehidupan seni budaya Bali. Meskipun harus melewati berbagai tantangan, upaya untuk menjaga keaslian dan keindahan kesenian ini terus dilakukan oleh para pelaku seni dan pemangku kepentingan budaya di Bali.

Post a Comment